Dibuat pada 30 Aug 2024 oleh Zainuddin Zainuddin .
Dr. Zainuddin, Pengamat
Sosial dan Keagamaan - Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2024, khususnya pasal yang menyangkut penyediaan alat kontrasepsi bagi
remaja usia sekolah, telah memicu perdebatan yang menyentuh inti dari
nilai-nilai ajaran Islam dan nilai-nilai moralitas yang kita junjung sebagai bangsa Indonesia, terutama bagi komunitas
Muslim yang menjadi mayoritas di negeri ini.
Sebagai seorang pengamat
sosial dan keagamaan, saya melihat adanya dilema yang kompleks dalam isu ini.
Di satu sisi, kita memiliki kewajiban untuk melindungi dan mempersiapkan
generasi muda kita menghadapi tantangan masa depan. Di sisi lain, kita juga harus
menjaga nilai-nilai moral dan religious yang telah lama menjadi fondasi
masyarakat kita.
Bagi remaja Muslim Indonesia,
kebijakan ini bisa dipandang sebagai ujian sekaligus kesempatan. Ujian, karena
mereka harus mampu mempertahankan nilai-nilai Islam di tengah arus modernisasi
yang kadang bertentangan dengan ajaran agama. Kesempatan, karena ini bisa
menjadi momentum untuk memperkuat pemahaman mereka tentang ajaran Islam terkait
kesehatan reproduksi dan tanggung jawab sosial.
Kita tidak bisa menutup mata
bahwa permasalahan kesehatan reproduksi remaja adalah nyata. Kehamilan di luar
nikah, penyakit menular seksual, dan kurangnya pemahaman tentang kesehatan
reproduksi adalah masalah yang harus kita hadapi bersama. Namun, solusinya
tidak sesederhana menyediakan alat kontrasepsi.
Yang dibutuhkan adalah
pendekatan holistik yang memadukan edukasi kesehatan reproduksi dengan
penguatan nilai-nilai agama dan moral. Remaja Muslim Indonesia perlu dibekali
dengan pemahaman yang kuat tentang ajaran Islam mengenai kesucian hubungan,
tanggung jawab sosial, dan pentingnya mempersiapkan diri sebelum memasuki
jenjang pernikahan.
Peran orang tua, guru, dan
tokoh agama menjadi sangat krusial. Mereka harus mampu menjadi pembimbing yang
bijak, memberikan informasi yang benar dan sesuai dengan nilai-nilai Islam,
serta menjadi teladan dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran
agama.
Pemerintah, dalam hal ini,
perlu mengevaluasi kembali kebijakan tersebut. Alih-alih berfokus pada
penyediaan alat kontrasepsi, akan lebih baik jika sumber daya dialokasikan
untuk program edukasi komprehensif yang melibatkan aspek kesehatan, agama, dan
sosial.
Masa depan remaja Muslim
Indonesia terletak pada kemampuan mereka menyeimbangkan pengetahuan modern
dengan nilai-nilai Islam. Dengan pendekatan yang tepat, kita bisa membentuk
generasi yang tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga kuat dalam iman dan moral.
Tantangan ini bukan hanya
tugas pemerintah atau tokoh agama semata, melainkan tanggung jawab kita bersama
sebagai masyarakat. Mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan yang
mendukung pertumbuhan remaja Muslim Indonesia menjadi individu yang sehat, berakhlak
mulia, dan siap menghadapi tantangan masa depan.